Berbeda halnya dengan daun jendela atau daun pintu, apabila sudah ditutup, maka akan memberi kesan bahwa di dalamnya orang sudah mau tidur atau mungkin ruangan tersebut tidak berpenghuni.
Karena luas bidang gorden pada umumnya seluas jendela atau pintu, maka seperti halnya dengan jendela atau pintu, yang pertama menjadi pertimbangan dalam memilih gorden adalah warna. Apakah harmonis dengan warna dasar tembok ruangan, apakah sesuai dengan warna kusen maupun warna daun jendela dan daun pintunya, dan apakah warna tersebut-secara keseluruhan-memberikan dampak psikologis seperti yang kita maui.
Dampak psikologis? Ya, karena warna memiliki potensi kuat untuk “mengganggu” pikiran kita. Misalnya, hitam adalah warna yang dianggap bisa “membunuh” warna-warna lain, kecuali putih. Warna gelap-apabila digunakan sebagai gorden-juga bisa memberi kesan lebih sempit pada ruangan, sebaliknya dengan warna terang yang ringan. Sementara warna terang yang berat bisa mencolok mata dan membuat kaget. Ada orang yang bisa merasa tertekan ketika memasuki ruangan yang didominasi warna ungu misalnya.
Tentu, pemilihan warna merupakan kemerdekaan. Orang boleh memilih ruangan dengan aksen gorden berwarna biru laut karena temboknya memiliki warna senada, dan karena warna tersebut memberikan semangat pada dirinya. Atau orang boleh merasa terpaksa harus mengecat ulang warna tembok kamar tidurnya lantaran telah jatuh cinta pada gorden berwarna pink salem yang ceria, feminin, dan memberi kesan muda-belia. Atau pria remaja mungkin lebih suka memilih gorden garis-garis putih-hitam karena cocok dengan warna tembok kamarnya yang putih dan karena itulah warna seragam kesebelasan Inggris favoritnya. Atau seorang bapak mungkin tak akan peduli dengan urusan warna gorden karena apa pun warnanya asalkan pilihan istri tercinta, maka baginya adalah sempurna adanya.
Pertimbangan yang kedua adalah bahan. Ada berbagai macam kain gorden dengan bahan yang berbeda di toko. Banyak yang menggunakan kain berserat sintetis, ada yang tebal, dan ada yang tipis. Ada yang bermotif, ada yang polos. Juga dengan berbagai macam warna dasar. Pilihan lainnya adalah gorden dari bahan tenun, yang akhir-akhir ini juga digemari.
Ada orang yang suka memasang gorden rangkap, satu helai gorden dasar dengan satu helai gorden rangkapan berupa kain tile tipis yang tembus pandang samar-samar, seperti kelambu. Tetapi, ini biasanya untuk jendela kaca yang luas. Untuk pintu dan jendela kecil akan terkesan berlebih-lebihan bila menggunakan gorden rangkap.
Tetapi, gorden tak harus berupa lembaran kain yang digantung dan jatuhnya agak “berat” agar tak mudah diterbangkan angin. Bisa pula gorden dibuat dari bahan alami, seperti kerai bambu, kerai rotan, bahkan anyaman akar wangi atau kain goni, atau bahkan dari lidi yang dianyam dengan benang menyerupai lembaran. Bahan-bahan seperti ini memberikan kesan hangat dan ramah justru karena sifatnya yang alamiah, sederhana, dan akrab dengan kehidupan. Bandingkanlah, misalnya, tirai yang terbuat dari susunan bilah-bilah plastik seperti yang banyak digunakan ruang perkantoran. Kesannya formal dan seolah bisa memengaruhi orang-orang di sekitarnya agar tetap bersikap saling menjaga jarak.
Pada prinsipnya, pada gorden aksen estetikanya menyatu dengan fungsinya. Selain sebagai tirai, ia juga diharapkan mampu menghidupkan ruangan, serta membuat orang yang memandangnya merasa lega dan terbebas dari impitan persoalan. Karena itu, warna dan motif menjadi lebih penting. Seperti halnya warna. Motif juga memberikan dampak psikologis. Ada motif berat dan ada motif ringan. Artinya, ada motif-motif tertentu yang bisa membuat kita makin lelah dan ada motif-motif yang membuat hati terasa ringan.
Dan pertimbangan seperti ini bisa sama sekali tak membutuhkan biaya apabila kita bisa memanfaatkan barang yang telah ada.
No comments:
Post a Comment